Tak Perlu Takut untuk Membuat Kontrak Bisnis Elektronik

 In Hukum Siber & Niaga-el

E-contract atau perjanjian elektronik mulai dilakukan dalam transaksi bisnis era digital saat ini. Sesuai dengan kharakter standar bisnis yang efektif dan efisien, maka teknologi sangat perlu untuk diterapkan. Namun demikian masih banyak yang memiliki keraguan terkait dengan kekuatan hukum perjanjian elektronik ini, karena sifatnya yang tidak nyata secara fisik. Sebenarnya apa yang menjadi permasalahan dalam pembuatan e-contract? Mari coba kita kaji bersama-sama dan dikaitnya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku hingga saat ini.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan e-contract diantaranya yaitu:

  1. Bahwa belum ada dasar hukum yang spesifik mengatur legalitas e-contract, sehingga segala bentuk perjanjian masih didasarkan pada ketentuan tentang perjanjian yang dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Namun demikian dalam UU nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Trasaksi Elektronik Pasal 18 ayat (1) telah dinyakatakan secara eksplisit bahwa transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik akan mengikat para pihak.

  2. Bahwa permasalahan akan muncul ketika terjadi sengketa terkait perjanjian tersebut, hal ini terkait dengan mekanisme pembuktian sebagaimana diatur dalam buku IV Burgerlijk Wetboek (BW), bahwa bukti tertulis harus tulisan otentik (pasal 1867). Sifat e-contact yang intagible, dan mudah untuk diubah menjadikan validitas dokumen menjadi lemah. Terutama terkait dengan tanda tangan, karena e-signature (tanda tangan elektronik) meskipun sudah diakui secara hukum (lihat pasal 76 ayat (2) UU no 13 tahun 2011 tentang Transfer Dana). Sehingga perlu kesepakatan para pihak terkait dengan tanda tangan tersebut apakah perlu dengan tanda tangan basah ataukah cukup dengan e-signature saja, karena saat ini sudah banyak dijual alat-alat ataupun perangkat lunak yang bisa digunakan untuk membuat e-signature.

  3. Terkait dengan yurisdiksi yang merupakan hal krusial ketika harus menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum. Pilihan yurisdiksi hukum haruslah dipertimbangkan oleh para pihak ketika membuat e-contract sehingga ketika terjadi sengketa kompetensi relatif dan kompetensi absolutnya bisa dengan mudah dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Sehingga akan sangat baik jika klausul tentang yurisdiksi hukum ini dimunculkan agar kelak kemudian hari tidak kebingungan sekiranya terjadi perselisihan.

Digital document memang memiliki kelemahan dalam konteks hukum di masa sekarang (ius constitutum), namun bukan berarti penerapan teknologi digital haram. Sesuai dengan asas ius constitendum (hukum yang dicita-citakan), bahwa hukum harus mampu mengakomodir masa depan. Sehingga kebutuhan tersebut, perlulah kiranya membuat terobosan hukum yang mampu mengakomodir perkembangan teknologi.

untuk memaksakan hukum harus dinamis sesuai dengan perkembangan teknologi, tentunya sebuah hal yang sulit. Ilmu pengetahuan dan teknologi itu borderless dan sangat cepat berubah, sehingga tidak mungkin membuat regulasi yang mengikuti perubahan, tetapi lebih baik mendaratkan pada regulasi yang ada dengan tetap berpegang teguh pada prinsip dasar serta asas hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Sehingga tidak perlu takut atau ragu-ragu dalam pengelolaan bisnis yang ramah teknologi, tapi tetap berpegang teguh pada ketentuan hukum yang berlaku.

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search