waspada jerat pidana pengembang perumahan

 In Hukum Pidana

Sandang, Pangan, Papan, merupakan kebutuhan dasar manusia sebelum ditambahkan dengan kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan ketentuan deklarasi universal hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi (to fullfil), melindungi (to protect) dan mempromosikan (to promote) baik yang hak bersifat mutlak (non-derogable rights) maupun yang dapat ditunda pemenuhannya (derogable rights).
Bagi seorang pengusaha, ketentuan dalam DUHAM tersebut bisa menjadi peluang, karena secara prinsip pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu tidak harus semua dibebankan kepada negara, sehingga ada peluang untuk turut serta dalam upaya pemenuhan tersebut melalui mekanisme yang ditetapkan oleh negara. Salah satu yang paling menjanjikan dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut adalah terkait ketersediaan papan atau rumah. Tidak mungkin negara bisa menjalankan sendiri badannya untuk memenuhi kebutuhan masayarakat untuk tepat tinggal, sehingga negara memberikan peluang kepada pengembang untuk bisa menyediakan perumahan untuk masyarakat.
Meskipun demikian, pengembang harus berhati-hati karena dalam UU nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU Perumahan) atau UU no 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) terdapat ketentuan pidana yang mengintai ketika terjadi pelanggaran. Dalam UU Perumahan, larangan diatur dalam Bab XIII yang terdiri dari 13 pasal (134 – 146). Sedangkan dalam UU Rusun, larangan diatur dalam Bab XV yang terdiri dari 8 pasal (97 – 104). Larangan-larangan tersebut secara garis besarnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
– Kedua UU tidak diperkenankan membuat PPJB (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli) jika belum memenuhi ketentuan:
a. Kepastian status kepemilikan tanah
b. Kepastian terkait hal yang diperjanjikan
c. Kepemilikan izin mendirikan bangunan
d. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
e. Keterbangunan perumahan/rusun paling sedikit 20%
– Kedua UU tidak memperbolehkan pengembang merusak atau mengalihfungsikan sarana, prasarana, dan utilitas umum.
– Kedua UU tidak memperbolehkan pengembangan di lokasi yang bukan peruntukannya, atau tidak sesuai dengan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang).
– Bukan hanya untuk pengembang, kedua UU juga melarang pejabat untuk memberikan ijin jika berpotensi menimbulkan bahaya dan atau tidak sesuai lokasi peruntukan.
Larangan-larangan tersebut memiliki konsekuensi pidana yang cukup berat, selain sanksi administratif mulai dari pencabutan izin hingga bongkar paksa, pelanggaran terhadap larangan tersebut juga bisa mengakibatkan pidana denda hingga 50 milyar, dan pidana penjara hingga 5 tahun.
Hal ini tentu menjadi hal yang patut dicermati bagi para pengembang baik skala kecil maupun yang sudah besar, karena ketentuan pidana ini merupakan sebuah upaya dari negara untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar pemukiman. Sekaligus memberikan rambu-rambu kepada pengembang dan pelaku bisnis perumahan lebih berhati-hati dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Jadi ketaatan bisnis itu bukan hanya sekedar memahami dan memenuhi semua ketentuan administratif, melainkan juga perlu menghindari larangan-larangan yang ada dalam peraturan perundang-undangan. sehingga bisa berbisnis dengan aman.

*Tulisan ini hanya pendapat subyektif yang parsial, bukan merupakan pendapat hukum yang komprehensif. untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search