Asas Pengujian Ex Tunc dan Ex Nunc

 In Hukum Administrasi

Salah satu fundamentum petendi yang menjadi pokok gugatan dalam sengketa tata usaha negara adalah keputusan tata usaha negara (KTUN) tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Unsur bertentangan  KTUN tersebut dengan peraturan perundang-undangan secara substantif dilihat dari : materi KTUN serta tempus (waktu) diterbitkannya KTUN terkait dengan keberlakuan peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan untuk menerbitkan KTUN. Dalam beberapa hal ketika pejabat tata usaha negara menerbitkan KTUN secara tiba-tiba terjadi perubahan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan KTUN tersebut sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang beraneka ragam tentang keabsahan dan  keberlakuan KTUN. Untuk melihat keabsahan keberlakuan KTUN dalam hukum administrasi negara dikenal dengan asas pengujian ex tunc dan ex nunc dalam sengketa tata usaha negara.

Asas pengujian ex tunc  merupakan salah satu ciri yang membedakan pengujian yang dilakukan oleh Peradilan Administrasi Negara dengan Upaya Administratif.    Pengujian ex tunc adalah pengujian yang dilakukan oleh hakim peradilan administrasi hanya terbatas pada fakta-fakta atau keadaan hukum pada saat KTUN yang disengketakan itu diterbitkan. Sedangkan perubahan fakta-fakta dan perubahan keadaan hukum tidak turut dipertimbangkan, artinya pengujian Hakim hanya sebatas fakta-fakta atau keadaan hukum pada saat keputusan Tata Usaha Negara tersebut dikeluarkan. Karena hakim peradilan administrasi melakukan pengujian bersifat ex-tunc, maka KTUN yang disengketakan akan dinyatakan batal dan berakibat tidak sah (nulity) sehingga konsekuensinya, keputusan yang dinyatakan batal dan tidak sah tersebut berlaku surut terhitung dari saat dikeluarkannya keputusan itu. Keadaan dikembalikan pada keadaan semula sebelum dikeluarkannya keputusan yang disengketakan. Demikian pula akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak sah dan dianggap tidak pernah ada. Putusan hakim tersebut bersifat deklaratur dan bukan konstitutif, atau disebut putusan retroaktif. Jadi putusan hakim tidak berisi pembatalan (annul) yang bersifat konstitutif.

Sebaliknya pengujian ex nunc yakni pengujian yang dilakukan tidak terikat pada fakta dan keadaan hukum pada saat keputusan itu dikeluarkan. Jadi perubahan fakta dan perubahan keadaan hukum turut dipertimbangkan.  Ex Nunc merupakan bahasa latin yang menurut J.C.T Simorangkir  berarti berlakunya pada saat ditetapkannya (sekarang) juga, jadi tidak kemudian atau duluan. Begitu pula menurut Subekti dan Tjitrosoedibio artinya mulai sekarang, berlaku untuk hari depan, berlaku sejak hari ditetapkan (tidak berlaku surut). Pengujian KTUN dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang terbaru. Apabila KTUN tersebut dibatalkan/dinyatakan tidak sah maka akibat hukum yang ditimbulkan oleh KTUN tersebut berlaku/ada sejak berlakunya peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut. Pada penilaian ex nunc KTUN dinyatakan dibatalkan dan akibat-akibat hukumnya yang telah ditimbulkan oleh KTUN tersebut dianggap pernah ada, terhitung sampai pada saat KTUN itu dibatalkan. Sehingga akibat-akibat hukum yang ditimbulkan tidak berlaku surut (ex tunc). Putusan hakim ex nunc disebut putusan prospektif dan bersifat konstitutif bukan deklaratur.

Oleh: Michael Agustin, SH (Managing Partner MANP Lawyers Litigation & Corporate)

*Tulisan ini bukan kajian komprehensif terhadap sebuah perkara, untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami. 

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search