Prinsip Deklaratif Perlindungan Hak Cipta

 In Hukum HKI

Warganet tentu masih ingat sengketa tentang dugaan pelanggaran hak cipta yang melibatkan influencer Karin Novilda (@awkarin) serta seorang illustrator bernama Nadiyah (@nadiyahrs). Namun, tulisan ini tidak akan mengukur siapa yang salah dan siapa yang benar, namun hanya akan memberikan gambaran tentang apa, dan bagaimana ketentuan tentang perlindungan Hak Cipta.

Undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) menyebutkan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul karena prinsip deklaratif, artinya perlindungan hak cipta ini otomatis akan melekat pada penciptanya setelah ide telah diwujudkan dalam bentuk nyata. Hak eksklusif dari pencipta adalah Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak moral ini terkait dengan identitas yang melekat pada karya cipta, dan hak ekonomi adalah harga yang timbul pada karya cipta tersebut. Berbeda dengan Hak Kekayaan Intelektual yang lain yang menggunakan pronsip First to Filed, maka Hak cipta ini memiliki prinsip deklaratif yang artinya untuk mendapatkan perlindungan hukum atas karyanya, pencipta harus melakukan pengumuman dan/atau mendaftarkan ciptaannya ke dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementrian Hukum dan HAM.

Apa saja obyek yang bisa diklaim sebagai hak cipta yang menjadi ruang lingkup perlindungan berdasarkan UU Hak Cipta? Berikut ini adalah beberapa bentuknya:

  1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  7. Arsitektur;
  8. Peta;
  9. Seni batik;
  10. Fotografi;
  11. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Hal yang paling mudah untuk menghindari terjadinya sengketa hak cipta seperti yang terjadi pada kasus dugaan pelanggaran hak cipta, alangkah baiknya setiap karya cipta tersebut didaftarkan atau diumumkan. Dalam ketentuan UU Hak Cipta yang dimaksud dengan pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, atau pameran suatu karya cipta melalui media elektronik maupun non-elektronik sehingga bisa dibaca, didengar atau dilihat orang lain. Hal-hal yang harus diumumkan adalah karya cipta itu sendiri dan siapa penciptanya baik nama asli atau nama samara.

Sedangkan untuk pendaftaran hak cipta bisa dilakukan dengan cara daring melalui laman e-hakcipta.dgip.go.id dengan melakukan pendaftaran akun terlebih dahulu. Setelah akun didaftarkan, maka kita tinggal mengunggah syarat-syarat yang dibutuhkan untuk pendaftaran hak cipta tersebut diantaranya adalah:

  1. Surat pernyataan yang berisi tentang identitas pencipta dan karya yang diciptakan.
  2. Apabila ada pengalihan hak, maka perlu dibuat surat pengalihan hak.
  3. Tangkapan layar cover, dan isi ( daftar isi, rekaman video atau audio)

Setelah document tersebut diunggah, selanjutnya adalah melakukan pembayaran melalui virtual account. Adapun biaya yang ditetapkan adalah antara Rp 200.000 hingga Rp. 700.000 tergantung jenis karya cipta yang ingin didaftarkan. Setelah dilakukan pembayaran, dan dilakukan verifikasi maka dalam waktu 1 hari kerja Sertifikat sudah bisa diterbitkan, kecuali untuk Karya seni, audio visual, rekaman, drama dan koreografi yang butuh waktu lebih untuk proses verifikasi.

Oleh: Ardian Pratomo (Lawyer MANP Lawyers Litigation & Corporate)

*Tulisan ini bersifat subyektif dan bukan kajian komprehensif dari suatu kasus, untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami.

 

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search