KALEIDOSKOP 2019: TENTANG PKB (SERIAL KETENAGAKERJAAN IV – Habis)

 In Hukum Ketenagakerjaan

Tahun 2019 sudah akan berganti, kami ingin mengajak para pembaca untuk sedikit kilas balik untuk mengambil sari pati pengetahuan yang ada selama 2019. Permasalahan hukum yang paling banyak kami tangani adalah terkait ketenagakerjaan. Yang pertama tentang mekanisme skorsing yang tidak sesuai Undang-undang, kemudian sengketa terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan sewenang-wenang, hingga membantu serikat pekerja untuk merumuskan perjanjian kerja bersama yang memenuhi kaidah hukum dan kepentingan bersama. Penulis akan mencoba menggambarkan dengan singkat tentang upaya yang dilakukan dalam implementasi pelaksanaan Undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Naker) tersebut secara global melalui 4 tulisan akhir tahun.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perusahaan yang memiliki karyawan lebih dari 10 karyawan diwajibkan untuk membuat Peraturan Perusahaan (PP) demikianlah yang dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Sedangkan bagi Perusahaan yang telah memiliki karyawan yang banyak dan diantara mereka telah membentuk Serikat Pekerja, maka idealnya perusahaan tersebut membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dalam UU Naker pasal 1 angka 21 dinyatakan sebagai “perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengu­saha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

Bagaimana menyusun PKB? apa yang harus diatur dalam PKB? Dan bagaimana agar PKB bisa mengikat semua pihak dalam perusahaan?

Berbeda dengan PP yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab pengusaha, PKB dibuat oleh Serikat pekerja/serikat buruh. Pengusaha memiliki kewajiban untuk melayani permohonan perundingan tertulis yang disampaikan oleh serikat pekerja/buruh yang memenuhi persyaratan pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam UU Naker dan serikat pekerja/buruh tersebut sudah tercatat sebagaimana ketentuan dalam UU nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Adapun syarat pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam pasal 119 UU Naker yaitu Serikat Pekerja/serikat buruh memiliki anggota lebih dari 50% dari seluruh jumlah karyawan, atau setidaknya didukung lebih dari 50% dari seluruh karyawan melalui pemungutan suara. Proses pembuatan PKB ini menempatkan pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat buruh dalam posisi setara untuk saling membuat kesepakatan. Dalam ketentuan pasal 19 kepmenakertrans PER.16/MEN/XI/2011 bahwa dalam perundingan perlu menyepakati beberapa hal yaitu; tujuan, susunan tim, lama perundingan, materi, tempat, tata cara, cara penyelesaian masalah, sahnya perundingan, dan biaya perundingan.

PKB setidaknya mengatur tentang hak dan kewajiban pengusaha serta karyawan dan juga serikat pekerja/serikat buruh, jangka waktu berlakukan PKB, serta tanda tangan para dari serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha. PKB merupakan “undang-undang” yang bersifat mengikat para pihak yang mensepakati. Ini merupakan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Jika pada akhirnya proses perundingan PKB ini tidak menemui kesepakatan, maka salah satu atau semua pihak bisa mengajukan proses penyelesaian di instansi yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan. Apabila PKB tersebut disepakati bersama, maka perlu dilakukan proses pendaftaran PKB ke instansi yang bertanggung jawab terkait ketenagakerjaan.

Jadi jika sebuah perusahaan telah memiliki PP maka perusahaan tersebut tidak perlu membuat PKB jika tidak ada permintaan tertulis dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan sebaliknya jika perusahaan sudah menyepakati PKB yang dibahas bersama Serikat Pekerja/Serikat Buruh, maka Perusahaan dan/atau pengusaha tidak diperkenankan untuk mengubah PKB menjadi PP. Artinya Perusahaan hanya perlu menerapkan salah satunya PP atau PKB.

Oleh: Ardian Pratomo (Lawyer di MANP Lawyers Litigation & Corporate)

*Tulisan ini adalah gambaran tentang problematika ketenagakerjaan yang kami pelajari, untuk informasi lebih detail dan lengkap bisa menghubungi kami.

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search