3 Aspek Penting Terkait Penyelesaian Sengketa Kepailitan

 In Hukum Penanaman Modal, Hukum Perdata

Sengketa kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) merupakan jenis sengketa hukum khusus yang harus diselesaikan melalui forum dan hukum acara yang khusus pula. UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU telah menetapkan bahwa kewenangan penyelesaian sengketa kepailitan dan PKPU berada di Pengadilan Niaga.

Lantaran sifatnya serba khusus, penyelesaian sengketa kepailitan jelas berbeda dengan penyelesaian hukum perdata pada umumnya. Untuk memahami seluk beluknya secara detail, berikut ini 3 aspek penting yang perlu diketahui oleh publik seputar penyelesaian sengketa kepailitan.

Pertama, kompetensi relatif pengadilan. Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara berdasarkan wilayah. Dengan kata lain, kompetensi relatif akan berkaitan dengan teknis pendaftaran gugatan atau permohonan. Dalam konteks penyelesaian sengketa kepailitan, patokan dalam menentukan kompetensi relatif adalah kedudukan hukum debitor atau termohon pailit.

Diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU, penentuan kompetensi relatif didasarkan pada beberapa opsi kondisi sebagai berikut: (i) pada dasarnya permohonan pailit didaftarkan di pengadilan niaga di wilayah tempat kedudukan hukum debitor; (ii) jika debitor sudah meninggalkan wilayah Indonesia, maka permohonan didaftarkan di pengadilan niaga di wilayah tempat kedudukan hukum debitor terakhir;

(iii) jika debitor adalah pesero suatu firma, maka permohonan didaftarkan di pengadilan niaga di wilayah yang meliputi tempat kedudukan hukum firma; (iv) jika debitor merupakan badan hukum, maka permohonan didaftarkan di pengadilan niaga di wilayah yang meliputi tempat kedudukan hukum sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar badan hukum tersebut;

(v) jika debitor tidak berkedudukan di Indonesia tetapi menjalankan profesi atau bisnis di wilayah Indonesia, maka permohonan didaftarkan di pengadilan niaga di wilayah yang meliputi tempat kedudukan hukum atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau bisnisnya di wilayah Indonesia.

Kedua, jangka waktu proses. Sejalan dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, UU Kepailitan dan PKPU menggariskan jangka waktu proses penyelesaian sengketa kepailitan yang definitif untuk setiap tahapan.

Untuk penyelenggaraan sidang pemeriksaan, jangka waktu yang ditetapkan adalah paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan pailit didaftarkan. Sidang pemeriksaan dapat ditunda atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup dengan jangka waktu paling lambat 25 hari setelah tanggal permohonan pailit didaftarkan.

Lalu, untuk tahapan akhir persidangan yakni pengucapan putusan, jangka waktu yang ditetapkan UU Kepailitan dan PKPU adalah paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pailit didaftarkan. Dengan kata lain, dalam waktu kurang lebih dua bulan sejak permohonan didaftarkan, majelis hakim sudah harus membacakan putusan dalam sidang yang bersifat terbuka untuk umum.

 

Ketiga, seluk beluk putusan. Lazimnya suatu proses pengadilan pasti akan bermuara pada putusan majelis hakim. Terkait hal ini, UU Kepailitan dan PKPU telah merinci tentang materi apa saja yang harus termaktub dalam putusan, dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh para pihak sebelum atau sesudah putusan diucapkan majelis hakim.

 

Terkait materi putusan, maka yang harus tercantum di dalamnya adalah pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan/atau termasuk pula sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda (jika ada) dari hakim anggota maupun ketua majelis hakim.

Sepanjang putusan belum dibacakan oleh majelis hakim, maka setiap kreditor dapat mengajukan beberapa permohonan sebagai berikut: sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor; atau penunjukkan kurator sementara sebagai pengawas; pengelolaan usaha debitor; dan pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.

Selain itu, sepanjang putusan belum dibacakan, kreditor dapat memohonkan pula pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang dinyatakan pailit yang dianggap merugikan kepentingan kreditor. Namun, permohonan pembatalan hanya dapat diajukan jika dapat dibuktikan bahwa saat perbuatan hukum terjadi pihak debitor mengetahui hal tersebut akan merugikan kreditor.

Kemudian, setelah putusan diucapkan majelis hakim, hal yang dapat dimohonkan kreditor atau kurator setelah mendengar hakim pengawas atau atas usul hakim pengawas, adalah penahanan terhadap debitor. Penahanan dapat dilakukan di rumah tahanan negara ataupun rumah debitor sendiri di bawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas.

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search