3 Aspek Hukum Terkait Joint Venture yang Wajib Diketahui Pengusaha

 In Hukum Penanaman Modal

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sepanjang 2016, nilai foreign direct investment ke Indonesia mencapai US$28,8 miliar atau sekitar Rp389,3 triliun. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi magnet bagi investor asing. Mereka datang ke Indonesia melalui berbagai skema bisnis, salah satu yang cukup populer adalah joint venture atau usaha patungan.

infografis Joint Venture

Regulasi terkait yakni UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya tidak mengatur tentang definisi joint venture. Namun, skema bisnis joint venture implisit disinggung dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a yang lengkapnya, “Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas.”

Mengutip www.investopedia.com, definisi joint venture adalah sebuah skema bisnis dimana dua pihak atau lebih sepakat untuk menggabungkan sumber daya yang mereka memiliki untuk mencapai tujuan atau target tertentu. Dalam skema joint venture, setiap pihak yang terlibat bertanggung jawab atas segala keuntungan, risiko, dan biaya.

Lazimnya, sebuah kegiatan bisnis tidak melulu hanya berkaitan dengan aspek ekonomi. Tidak kalah penting, aspek hukum juga perlu diperhatikan. Berikut ini 3 aspek hukum terkait joint venture yang wajib diketahui dan dipahami oleh pengusaha, khususnya yang berminat ingin berkongsi dengan perusahaan asing.

Pertama, perjanjian joint venture. Kegiatan bisnis apapun skemanya tentunya membutuhkan perjanjian tertulis sebagai jaminan “hitam di atas putih” agar para pihak yang terlibat terlindungi hak dan kewajibannya. Adanya perjanjian juga akan membuat para pihak khususnya investor asing sebagai ‘tamu’ di Indonesia merasa aman.

Dalam perjanjian joint venture, klausul-klausul penting yang wajib tercantum antara lain kepemilikan modal, pengaturan saham termasuk peningkatan kepemilikan saham penyertaan, tata kelola keuangan, teknologi dan tenaga ahli, kepengurusan, mekanisme penyelesaian sengketa, dan pengakhiran perjanjian.

Kedua, persyaratan perusahaan joint venture. Skema bisnis joint venture tentunya akan bermuara pada pembentukan perusahaan joint venture. Dalam hal ini, UU Penanaman Modal telah menetap sejumlah persyaratan terkait pembentukan perusahaan joint venture. Persyaratan tersebut antara lain:
Perusahaan joint venture yang melibatkan modal asing, wajib berbentuk perseroan terbatas;
Perusahaan joint venture yang melibatkan modal asing, maka prosentase minimal modal dalam negeri 51% dari total modal perusahaan joint venture tersebut. Catatan atas persyaratan ini adalah harus merujuk pada Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, di dalamnya diatur tentang batasan prosentase modal asing untuk bidang usaha tertentu;
Sebelum mendirikan perusahaan joint venture, investor juga perlu merujuk pada DNI terkait daftar bidang usaha yang tertutup untuk perusahaan joint venture;
Perusahaan joint venture wajib mengajukan permohonan izin prinsip dan izin usaha tetap (IUT) ke BKPM;
Perusahaan joint venture yang berbentuk penanaman modal asing (PMA) berkewajiban menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal ke BKPM;

Ketiga, pengawasan. UU Penanaman Modal mendelegasikan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal kepada BKPM. Tindak lanjut dari pendelegasian ini, BKPM menerbitkan Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (Perka BKPM 13) Modal sebagaimana telah diubah dengan Perka BKPM No. 7 Tahun 2010.

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search