Alat Bukti Saksi Dalam Hukum Acara Perdata

 In Hukum Perdata

Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 164 HIR/284 RBG, yaitu : surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah, persangkaan hakim. Pada prinsipnya suatu alat bukti baru dapat diterima sebagai bukti apabila memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Setiap alat bukti memiliki syarat formil dan syarat materiil yang berbeda-beda. Syarat formil alat bukti saksi antara lain : saksi tersebut tidak dilarang sebagai saksi menurut pasal 145 HIR/172 RBG, saksi menerangkan sesuai ketentuan pasal 144 ayat (2) HIR/171 ayat (2) RBG, saksi mengucapkan sumpah sesuai ketentuan pasal 147 HIR/175 RBG, saksi diperiksa satu demi satu sesuai ketentuan pasal 144 ayat (1) HIR/171 ayat (1) RBG. Sedangkan syarat materiil alat bukti saksi adalah : keterangan yang diberikan saksi bersumber dari penglihatan dan pendengaran sendiri, serta apa yang dialami saksi, pendapat kesimpulan saksi bukan merupakan kesaksian (vide pasal 171 HIR/308 RBG), keterangan antara satu saksi dengan saksi yang lainnya saling berkesesuaian (vide pasal 170 HIR/309 RBG). Batas minimal alat bukti saksi sekurang-kurangnya dua orang saksi karena kalau satu orang saksi bukan merupakan saksi. Hal ini sesuai dengan asas unnus testis nullus testis (vide pasal 169 HIR/306 RBG).

Kualifikasi keterangan saksi baru dapat diterima sebagai alat bukti apabila saksi menerangkan perihal yang dilihat, didengar, dialami (vide pasal 171 ayat (1),(2) HIR/ 308 RBG). Keterangan saksi yang tidak memenuhi kaidah dalam HIR/RBG tersebut bukan merupakan alat bukti (testimonium de auditu/ keterangan seorang saksi mengenai suatu fakta atau kejadian, bersumber dari kata orang lain). Namun kesaksian de auditu dapat dipakai untuk mendukung alat bukti saksi batas minimal. Ketika memberikan keterangan kesaksian seorang saksi dilarang membuat sebuah kesimpulan, mengemukakan pendapat, memperkirakan sendiri, apabila hal tersebut terjadi dalam sebuah kesaksian maka keterangannya harus dikesampingkan (vide pasal 171 ayat (2) HIR/ pasal 308 ayat (2) RBG).

Kualifikasi seseorang yang tidak boleh diajukan menjadi saksi antara lain sebagai berikut : orang yang memiliki hubungan keluarga sedarah, keluarga semenda menurut keturunan lurus dari salah satu pihak, suami atau istri walaupun sudah bercerai, anak yang belum berumur 15 tahun, orang gila walau bersifat temporer (vide pasal 145 ayat (1) HIR/172 RBG). Pada prinsipnya yang menghadirkan saksi ke persidangan adalah para pihak yang berkepentingan dalam sebuah perkara baik itu Penggugat atau Tergugat. Secara normatif, apabila saksi tidak mau hadir maka dapat dipanggil oleh juru sita atas perintah majelis hakim (vide pasal 139 ayat (1) HIR/165 ayat (1) RBG). Apabila saksi tetap membangkang untuk hadir maka dapat dipanggil secara paksa oleh Polisi atau Jaksa (vide pasal 141 ayat (2) HIR/167 ayat (2) RBG) dengan konsekuensi biaya pemanggilan dibebankan keapda saksi tersebut (vide pasal 140 ayat (1),(2)HIR/166 ayat (1),(2) RBG) kecuali ketidakhadiran seorang saksi tersebut karena suatu alasan sah (pasal 142 HIR). Dalam praktik sidang perkara perdata, panggilan paksa untuk seorang saksi yang tidak mau hadir jarang digunakan oleh majelis hakim.

Secara normatif, apabila saksi dalam keadaan sakit atau sudah tua renta sehingga tidak dapat menghadiri persidangan maka untuk mendengar keterangannya dapa dilakukan di tempat saksi berada, Hakim atas permintaan pihak yang berkepentingan dapat memerintahkan salah seorang anggota majelis dengan didampingi panitera untuk melakukan pemeriksaan tersebut, apabila kesaksian orang tersebut dinilai perlu maka saksi tersebut tidak perlu disumpah (pasal 169 RBG). Secara normatif, apabila saksi berada di wilayah yurisdiksi pengadilan lain, maka atas permintaan pengadilan tempat perkara diajukan, saksi diperiksa oleh pengadilan yang memiliki wilayah yurisdiksi kediaman saksi. Setelah pengadilan yang diminta bantuan mendengar keterangan saksi, maka berita acara pemeriksaan segera dikirimkan ke yurisdiksi Pengadilan tempat perkara diajukan. Dalam pemeriksaan di Pengadilan tempat perkara diajukan, berita acara tersebut dibacakan dalam persidangan (vide pasal 143 HIR/170 RBG). Kekuatan pembuktiannya sama dengan keterangan saksi yang diucapkan di muka persidangan dibawah sumpah.

Saksi ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus dibidang tertentu yang didengar keterangannya atas permintaan dari salah satu pihak atau atas pertimbangan majelis hakim (vide pasal 154 HIR/181 RBG). Bentuk keterangannya dapat diberikan secara lisan di persidangan atau secara tertulis yang diserahkan kepada majelis. Saksi ahli dalam memberikan keterangannya harus disumpah berdasarkan ajaran agamanya, sumpahnya disebut Sumpah Promissoir. Keterangan ahli yang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dapat dijadikan hakim menjadi pendapatnya, atau sama sekali tidak dipakai. Keterangan saksi ahli tidak mengikat hakim serta hakim bebas menilainya (vide pasal 154 ayat (4) HIR/181 ayat (5) RBG). Seseorang yang memiliki kualifikasi tidak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh pula didengar sebagai saksi ahli (vide pasal 154 ayat (3) HIR/181 ayat (4) RBG). Terhadap saksi ahli yang tidak hadir maka para pihak dapat menunjuk saksi ahli yang lain atau hakim secara ex officio dapat mengangkat seorang ahli (vide pasal 222 RV). Saksi ahli cukup satu orang sehingga tidak berlaku asas Unnus testis nullus testis.

Oleh: Michael Agustin (Managing Partner MANP Lawyers Litigation & corporate)

*Tulisan ini hanya opini pribadi penulis dan bukan analisis terhadap suatu kasus, untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami.

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search