Pemutusan Hubungan Kerja dalam PP 35/2021

 In Hukum Ketenagakerjaan

Undang-undang yang sebelumnya menimbulkan beberapa kontroversi baik proses penyusunan, pembahasan, maupun proses pengesahannya ini telah diundangkan melalui Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Untuk pelaksanaan undang-undang tersebut pemerintah menetapkan 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden. Salah satu PP yang menarik untuk dibahas adalah PP nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau PP 35/2021. Pada bagian pertama tulisan ini akan dibahas secara singkat mengenai PHK berdasarkan ketentuan PP tersebut.

Beberapa kalangan merasa bahwa PP ini cenderung merugikan buruh karena ada peluang bagi perusahaan untuk melakukan PHK tanpa pesangon penuh, dimana perusahaan hanya akan memberikan pesangon senilai 0,5 dari ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021 ketika terjadi permasalahan dalam perusahaan seperti kerugian terus-menerus selama 2 tahun, Tutup karena kahar, dalam masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dan pailit. Juga perusahaan hanya akan membayarkan pesangon sebesar 0,75  dari ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021 ketika terjadi kahar namun tidak sampai menyebabkan perusahaan tutup. Sebagai contoh, dalam masa pandemic covid-19 ini perusahaan dapat melakukan PHK dengan hanya memberikan pesangon sebesar 0,75 dari ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021. Penolakan atas terbitnya PP ini tentu sudah mulai bermunculan, diantaranya adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang sudah menyatakan akan melakukan aksi turun ke jalan.

Tentu tulisan ini tidak akan membahas menolak/menerima PP 35/2021, namun hanya akan menjelaskan perbedaannya dengan ketentuan PHK dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Naker). Karena PP35/2021 adalah turunan dari UU cipta kerja, maka perlu membandingkan dulu ketentuan PHK UU cipta kerja dengan UU naker. Jika dilihat dalam UU Cipta Kerja, ada 17 pasal dalam UU Naker yang dihapus, dan 5 yang diubah, dan 3 pasal disisipkan, namun demikian pasal-pasal yang dihapus tersebut tidak serta-merta hilang begitu saja karena pengaturannya diakomodir dalam PP 35/2021.

Secara prinsip tidak ada perubahan tentang alasan-alasan terjadinya PHK antara PP 35/2021 dengan UU Naker, hanya saja terkait dengan ketentuan pesangon yang ada pergeseran cukup signifikan, karena praktis yang mendapatkan pesangon lebih dari 1x PP35/2021 hanya ketentuan PHK karena Pekerja mengajukan PHK kepada Pengusaha karena alasan pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan dan alasan karena Pekerja meninggal dunia yang berhak mendapatkan pesangon 2x Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021. Serta alsan Pekerja memasuki usia pension yang dimana pekerja berhak atas 1,75x Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021. Selain selebihnya pesangon yang menjadi hak pekerja hanya 1x Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021

oleh : Ardian Pratomo (Lawyer di MANP Lawyers litigation & Corporate)

*Tulisan ini adalah pendapat pribadi, bukan kajian ilmiah yang komprehensif terhadap suatu kasus. untuk mendapatkan informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami.

email : manplawyers@manplawyers.co

telp / wa : +6281298739918

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search