Sebelum membuat Peraturan Perusahaan, Ini yang perlu diketahui
Pada tanggal 12 Maret 2020 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan sanksi pidana kepada PT DGI berupa berupa denda Rp 5 juta, atau hukuman kurungan 1 bulan penjara melalui putusan No. 1/Tipiring/II/2020/PPNS-Naker. PT DGI dianggap telah melakukan pelanggaran pidana karena terbukti tidak memiliki Peraturan Perusahaan (PP) sebagaimana ketentuan pasal 108 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK). Peristiwa ini tentu menjadi isyarat bahwa perusahaan tidak boleh mengabaikan kewajibannya untuk membuat peraturan perusahaan, karena pasal 5 Permenaker nomor 28 tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (Permen 28/2014) menyebutkan bahwa Pembuatan PP merupakan kewajiban dan tanggung jawab pengusaha.
Membuat PP bukanlah hal yang sulit, namun bukan berarti bisa disepelekan. PP ini setidaknya memiliki 6 hal pokok sebagaimana ditentukan pada pasal 2 (2) Permen 28/2014 yaitu:
Hak dan Kewajiban Pengusaha
Hak dan Kewajiban Pekerja
Syarat kerja
Tata tertib Perusahaan
Jangka waktu berlaku
hal-hal yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan.
Langkah awal yang paling penting dalam pembuatan PP adalah internalisasi terhadap semua peraturan terkait ketenagakerjaan setidak-tidaknya beberapa peraturan berikut:
PP 34 tahun 2021 tentang penggunaan TKA
PP 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan
PP 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
PP 82 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
PP 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
UU 24 tahun 2011 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
UU 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
UU 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan
UU 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan
UU 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Serta Peraturan yang berlaku di setiap daerah masing-masing.
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam pembuatan PP ini adalah bagaimana perusahaan bisa mengakomodir kepentingan pekerja, setidak-tidaknya perusahaan mengetahui apa saja tanggapan pekerja sebelum PP tersebut diberlakukan. Meskipun PP ini berbeda dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), namun pekerja memiliki hak untuk tahu seperti apa PP yang akan diterapkan kepada mereka. Sehingga mereka memiliki pilihan untuk tetap bekerja dan menjalankan PP atau menentukan pilihan lainnnya.
Tahapan ini merupakan 2 tahapan non teknis yang membutuhkan energi yang luar biasa, karena Menyusun draft PP yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian. Setelah tahapan ini terlalui, maka tahapan selanjutnya adalah tahapan teknis yang terkait dengan pendaftaran dan pengesahan dari dinas ketenagakerjaan setempat.
Untuk melaksanakan tahapan ini tentu perusahaan memiliki pilihan untuk menggunakan jasa konsultan hukum dan/atau mempekerjakan seseorang yang ditempatkan khusus mengurusi masalah legal. Dan sebagai konsultan hukum yang berpengalaman dalam bidang ketenagakerjaan MA&P Lawyers siap membantu dengan penerapan prinsip Deliberative Legal Solution.
oleh: Ardian Pratomo (Partner MA&P Lawyers Deliberative Legal Solution)
*Tulisan ini adalah pendapat pribadi, bukan kajian ilmiah yang komprehensif terhadap suatu kasus. untuk mendapatkan informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami.
Telp / WA : +6281298739918
email: manplawyers@manplawyers.co
Recommended Posts