Tanggung jawab Para Pihak dalam New Normal

 In Hukum Tata Negara

Proses adaptasi untuk menjalankan aktivitas produktif yang aman (new normal) dalam situasi darurat Kesehatan yang statusnya masih belum dicabut tentu memerlukan energi ekstra. Selain protokol kesehatan yang dimuat dalam Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pemulihan Aktivitas Perdagangan yang dilakukan pada Masa Pandemi Covid-19 dan New Normal (SE New Normal) pelaku usaha tentu juga perlu mempertimbangkan perubahan Standar Operasional Procedure (SOP) agar protocol kesehatan tersebut terpenuhi dan aktivitas usaha berjalan dengan aman. Yang paling krusial dalam periode adaptasi ini sebenarnya bukan seperti apa protokol kesehatan tersebut, namun bagaimana menjalankan protokol kesehatan tersebut dengan baik dan benar. Bagi perusahaan yang relatif jarang bertatap muka atau tidak terlalu membutuhkan tatap muka, tentu akan mudah untuk melaksanakan prosedur yang biasa mereka terapkan. Namun, berbeda halnya dengan pengusaha retail yang harus selalu bertatap muka dan/atau harus bersentuhan secara fisik, tentu ini perlu dibuatkan sebuah prosedur baru untuk meminimalisir kontak fisik dan bisa menjaga jarak.

Mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang tanggap situasi darurat kesehatan dan mampu menjalankan dengan disiplin dan terukur adalah syarat mutlak sebuah aktivitas bisa berjalan dengan aman. Tenaga kerja lapangan merupakan ujung tombak aktivitas usaha, sekaligus peer educator untuk memberikan edukasi langsung kepada masyarakat konsumen.  Relasi antar pelaku usaha dengan konsumen yang baik tentu akan menimbulkan lingkungan usaha yang baik pula. Sedangkan untuk kalangan Internal, SOP yang baik dan benar tentu akan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam penerapan strategi adaptasi new normal.

Sudah menjadi rahasia umum jika langkah bisnis seringkali berbanding terbalik dengan langkah hukum, sehingga seringkali banyak upaya bisnis yang dilakukan harus menabrak prinsip-prinsip hukum agar mendapatkan keuntungan ekonomis yang lebih tinggi dari bisnis tersebut. Tentu prinsip meraih untung sebanyak-banyaknya dalam situasi seperti ini tidaklah memungkinkan, karena pembatasan jarak akan mempengaruhi frekuensi transaksi. Maka, jika pengusaha ingin meningkatkan kuantitas transaksi, mereka harus menyiapkan strategi lain yang tidak mengharuskan terjadinya kontak fisik.

Keberlangsungan usaha di masa darurat kesehatan ini sangat tergantung pada kerja sama yang baik antara pelaku usaha, konsumen dan juga pemerintah. Pelaku usaha maupun konsumen yang tidak bersedia mematuhi protokol kesehatan bisa dianggap tidak memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi. Baik pelaku usaha maupun konsumen yang tidak memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi bisa dianggap melanggar ketentuan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Bahkan pelanggaran terhadap protokol kesehatan bisa dianggap sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular terutama pasal 14 yang menyebutkan bahwa pelaku dianggap menghalangi proses penanggulangan wabah baik sengaja ataupun tidak disengaja dengan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal 1 juta. Keberlangsungan usaha ini juga sangat tergantung pada pemerintah untuk melakukan Pengendalian, Pengawasan dan Penegakan Hukum sebagaimana ketentuan dari SE New Normal.

oleh : Ardian Pratomo (Lawyer di MANP Lawyers litigation & Corporate)

*Tulisan ini adalah pendapat pribadi, bukan kajian ilmiah yang komprehensif terhadap suatu kasus. untuk mendapatkan informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami.

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search