Grosse Akte: Akte yang Memiliki Kekuatan Eksekutorial

 In Hukum Perdata

Salah satu kelemahan dalam proses penanganan perkara perdata melalui pengadilan adalah terkait ketidakpastian waktu demi untuk mendapatkan sebuah putusan yang berkekuatan hukum tetap. Bahkan setelah mendapatkan putusanpun, belum tentu yang dimenangkan oleh pengadilan bisa melakukan eksekusi untuk mendapatkan haknya. Sehingga banyak upaya dilakukan untuk sedikit mengurangi beban pengadilan dalam melakukan pemeriksaan perkara. Salah satu diantaranya adalah menggunakan akta yang bisa memiliki kekuatan eksekutorial.
Sebagai upaya untuk mengurangi resiko ketika terjadi sengketa dan prosesnya akan berlangsung lama, maka dalam utang-piutang terdapat akta yang disebut sebagai akta grosse. Berdasarkan pengertian dalam Undang-undang no 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Akta Grosse adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Artinya kreditur bisa langsung melakukan eksekusi apabila sudah terjadi wanprestasi berdasarkan ketentuan perjanjian utang-piutang yang merupakan perjanjian pokok. Karena akta grosse hanyalah merupakan perjanjian accesoir (tambahan).
Akta grosse memiliki syarat formil yaitu:
1. Dibuat oleh atau di hadapan Notaris
2. Dikeluarkan oleh Notaris atau protokolnya
3. Memakai kepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa”
4. Di penutup akta “diberikan sebagai grosse pertama”dengan menyebut yang meminta dan kepada siapa grosse dikeluarkan.
Sedangkan syarat materiilnya
1. Isinya pengakuan utang sepihak
2. Jumlah utang tetap atau mudah dihitung saat waktu jatuh tempo dan dieksekusi
3. Isi tidak boleh bertentangan dengan pasal 14 undang-undang Pelepas Uang (geldschieters Ordonantie, S.1938-523). Bahwa Notaris dilarang mengeluarkan Grosse akta kepada Pelepas uang (rentenir).
Lantas bagaimana prosedur eksekusi terhadap terhadap jaminan ketika sudah jatuh tempo? Apakah bisa langsung begitu saja? Sesuai dengan pasal 224 HIR/pasal 258 RGB ada 2 grosse yang eksekutorial yaitu grosse pengakuan utang dan grosse hipotik.
Adapun tahapan-tahapan yang perlu dilalui dalam pelaksanaan eksekusi adalah sebagai berikut:
1. Debitur menyatakan bahwa jumlah utang yang ditagihkan adalah benar, jika debitur membantah maka eksekusi tidak bisa dilakukan kecuali melakukan gugatan terlebih dahulu untuk menetapkan nilai utang yang pasti.
2. Berisi kata-kata yang sederhana dan tidak bisa ditambahkan persyaratan-oersyaratan lain.
3. Mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Setelah dilakukan eksekusi, maka kreditur akan melakukan penjualan hak tanggungan tersebut melalui mekanisme pelelangan umum. Proses penjualan ini harus dilakukan dengan cara yang jujur (fair) sebagaimana ketentuan pasal 20 ayat (1) Undang-undang no 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Namun demikian, jika ada kesepakatan antara pemberi Hak Tanggungan dan penerima Hak Tanggungan terkait mekanisme penjualan, maka proses penjualan bisa dilakukan di bawah tangan. Kesepakatan tersebut juga mencakup masalah berapa harga dari Hak Tanggungan tersebut .

oleh: Ardian Pratomo (Partner MANP Lawyers Litigation & Corporate)

*Tulisan ini bukanlah kajian komprehensif terhadap sebuah perkara, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pijakan dalam penanganan perkara yang lainnya. untuk mendapatkan informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami. 

Recommended Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Start typing and press Enter to search